Mengapa Prakerja Dihujat Masyarakat?

Sebenarnya saya nggak masalah kalau pemerintah membuat program Prakerja. Tbh, saya pun ikut mendaftar karena saya sedang tidak punya pekerjaan selama pandemi berlangsung, hasil tes cari kerja tak ada kabar, pun dengan hasil lamar ke sana-kemari. Jadi, setidaknya, saya pikir saya bisa dapat insentif dan belajar ilmu baru yang disiapkan pemerintah. Sayang, saya nggak lolos gelombang 1. Nggak ngerti juga, apakah karena kuota atau apa. Soalnya, kalau berdasarkan kuota doang, artinya yang cepet yang lolos, kan. Lalu, kenapa harus ada tes?. Saya kira hasil tesnya diranking + dilihat keurgenan (yang urgen dibantu itu karyawan phk yang ngekos/tulang punggung keluarga, tidak punya tabungan yang mencukupi keseharian). Tapi ya, nggak ada transparansi/notifikasi selain karena kuota penuh.

Dan, nggak ada jaminan juga, apakah semua yang mendaftar pasti dapat? Cuma, nunggu giliran?

Saya kecewa dengan harga pelatihannya, sih. Berikut gambar-gambar pro-kontra kartu Prakerja yang saya kumpulkan dari twitter, kalian bisa cari dengan kata kunci 'prakerja':

Saya setuju dengan akun Bodoamat. Sebenarnya, jika mau biaya murah, pemerintah bisa membeli putus video-video tutorial itu (jika, video itu memang berbeda dari video-video gratis di Youtube atau platform lain). Lalu, jika pemerintah udah punya semua kontennya, pemerintah bisa bagiin gratis. Noh! Nggak terbatas dengan saldo satu juta!

Kasihan kan, program untuk training ojol harganya sejuta, trus... Setelahnya dia nggak bisa ambil pelatihan lain.

Apa beli putus ini tidak terpikirkan ya? Atau, ada alasan lain kenapa tidak beli putus?

Gemes.

Karena, dengan tidak beli putus, platform penyedia pelatihan bisa mematok harga sesuai kebutuhan mereka.

Kalau misal pelatihan-pelatihan ini bentuknya cuma video, wow... Untung banget. Ibarat, kamu cuma perlu rekaman sekali, lalu per orang yang mau nonton, disuruh bayar. Kamu enak, tinggal kasih aja dan video itu nggak bisa disebar/didownload (eh tapi saya belum tahu pasti ya sistematikanya gimana). Tapi, kalau bisa download, per orang/kelompok kerja sama aja untuk download lalu bagi-bagi gratis /upps.

Kecuali, harga-harga tersebut karena kita dibimbing private (kayak ketemu guru privat gitu), yang benar-benar bimbing, diskusi, menguji, melatih, sampai kita mahir/lolos. Kalau kayak gitu kan, berarti kita bayar guru, ilmu, dan platformnya (termasuk editor video, kameramen, dll)

Tapi, lagi-lagi karena saya belum tahu sistematika praktiknya, kalau misalnya tidak seperti asumsi saya... Mending pemerintah memikirkan ulang dan mengambil langkah yang lebih bijak sebelum anggaran habis begitu saja.

Intensi pemerintah baik. Namun, masih ada pilihan bijak yang bisa diambil. Padahal, saya pikir karena ada staff khusus dari kalangan milineal, bakal ada solusi-solusi praktis yang mengedepankan kemudahan teknologi.

Apalah daya saya, mau bersuara pun tak didengar... Bukan siapa-siapa.

Saya berharap program ini bisa bermanfaat bagi rakyat yang ditargetkan. Semoga ke depannya, pemerintah bisa belajar mendengarkan dan mengambil langkah yang lebih praktis dan hemat 😁.

Terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Contoh Kerangka Karangan (Outline) Novel

Mai Kuraki in the poetry