Keajaiban Kata
Saya selalu merasa saya sendirian berkecamuk dalam sesuatu yang disebut impian. Pikiran anak kecil yang diselimuti keinginan dan keoptimisan masih melekat hingga detik ini meski usia saya bukan anak kecil lagi. Saya selalu sendirian bersama impian saat itu, tidak ada suara yang terdengar atau mungkin suara itu terabaikan.
Saya selalu terharu sewaktu bertemu orang-orang yang mendukung impian saya, mengucapkan kata-kata yang dirindukan. Sederhana, "Kalau suka, lanjutkan. Jadilah professional." atau hal senada lainnya. Karena, saya tidak mendengar hal itu bertahun-tahun dan sibuk sendirian hingga benak saya mencemooh kalau yang saya impikan atau usahakan di mata orang lain hanya remah-remah dan tidak pantas diperjuangkan. Tetapi, sewaktu ada orang yang 'dewasa' dalam pemikiran dan sudut pandang, maka orang-orang 'dewasa' itu akan melihat sisi lain untuk sesuatu yang diremehkan orang lain tetapi ngotot saya lakukan. Saya ingin menjadi orang 'dewasa' yang memiliki pemikiran dan sudut pandang berbeda, yang menemukan suatu kebaikan dalam hal yang buruk atau dicap buruk.
Tatkala saya belajar Teori Kritis atau Pemetaan Cultural Studies (belajar mengenai sirkuit budaya), saya memiliki pandangan tidak hanya satu, tetapi banyak. Saya harus mengkaji sesuatu dari beragam sudut dan menemukan sesuatu yang mungkin luput dari pandangan orang lain. Saya harus menyuarakan suara yang bisu. Dan, ilmu yang baru saya dapatkan satu semester itu memperkaya saya.
Apabila sebagai manusia, kita dapat melihat sesuatu tidak hanya dari persepsi dan sangkaan kita, maka kenyataan yang ada, yang kita nilai sepihak akan memiliki arti berbeda. Andaikata saya melihat ke diri saya sendiri misalnya, saya tidak lagi mencemooh kerja keras yang belum berbuah banyak tetapi berterima kasih karena diri yang keras kepala itu tidak menyerah apa pun kondisi di sekitar. Begitu pun saya melihat ke orang lain.
Sebelum tulisan saya menjadi lebih kacau dan absurb. Saya harus sudahi ketikan ini.
Salam.
Komentar
Posting Komentar