[#‎TantanganMenulisNovel100Hari‬] PANDEMONIUM - CHAPTER XIV





Keterangan :


Judul : Pandemonium


Penulis : Ariestanabirah


Genre : Romansa, Spiritual, Fantasi.


Sinopsis: 


Kuraki Yuka (18 tahun) adalah seorang gadis berkekuatan aneh, kekuatannya sering disebut dengan ‘kekuatan suci’. Untuk melindunginya, Tuan Kuraki –ayah Yuka- meminta Yuka pergi ke Tokyo dan hidup bersama Akihiro Hiroyuki (27 tahun), tunangan Yuka. Sialnya, Yuka memakai kekuatannya dan membuat sebuah shinigami (Yuka tiruan) sementara dirinya yang asli menjelma seperti hantu yang tidak bisa dilihat manusia!



Chapter XIV
  
“Yuka-chan, sini sebentar,” pinta Hiroyuki sebelum keluar dari apartemen. Yuka berjalan mendekat. Tiba-tiba Hiroyuki merangkul Yuka dan meminta gadis berpita biru melihat ke layar telepon genggam. Potret Hiroyuki dan Yuka tampak di layar, “Satu... dua… tiga…” Hiroyuki menghitung sebelum kamera telepon genggam mengeluarkan bunyi ctek.
            “Yuka-chan manis sekali…” Hiroyuki memandang hasil foto di layar dan tersenyum senang. Bergegas, foto itu dijadikan wallpaper. “Nah, ayo kita pergi.” Hiroyuki menggenggam tangan kecil Yuka dengan hangat dan keluar dari apartemen.
            “Le-lepaskan tanganmu!”
            Hiroyuki tak menghiraukan Yuka.
            “Le-lepaskan! Nanti yang lain curiga.”
            “Apa yang perlu dicurigai? Kita… kakak adik, biasa saja kan kalau bergandengan tangan?”
            Mata Yuka mendelik, melepas paksa tangan besar Hiroyuki yang tak hanya menghangatkan tangan tapi juga seluruh dirinya. Jika tangan itu tetap menyentuh Yuka, Yuka akan terbakar.
            Teet! Teet!
            Sebuah mobil mewah hitam mendarat mulus di depan apartemen Hiroyuki. Hiroyuki hafal mobil itu.
            Jendela depan mobil terbuka, sosok familier tampil dan berteriak nyaring. Si rambut blonde itu memakai kaos santai dengan kacamata hitam, “Yo! Aku diajak Isamu-kun juga ke liburan kalian,” Froshe menyengir dan melirik Isamu yang duduk di sampingnya. Isamu menghela napas, “Froshe-niisan[1] yang memaksa ikut. Aku tak pernah mengajak.”
            “Kau akrab dengan Froshe? Sejak kapan?” selidik Hiroyuki.
            “Dia… teman oneesan.[2]
            Jendela mobil bagian tengah terbuka, Mai muncul dengan kacamata hitam seperti milik Froshe, “Kau lupa kalau aku punya adik yang usianya beda sembilan tahun?” seru Mai. Hiroyuki terkesiap, ia baru ingat kalau nama Mai dan Isamu bermarga Ken tapi tak pernah menyadari apalagi berpikir kalau mereka adalah kakak-adik. Ia jarang ke rumah Mai jadi tak terlalu ingat adiknya. Apalagi reaksi saat Mai dan Froshe waktu bertemu murid-muridnya di rumah sakit biasa saja, tak ada clue dua orang yang dekat dengannya adalah saudara.
            “Sensei!” Miki menyembul dari belakang Mai. “Hoi Tsuneo, sapa juga dong!” Miki menarik Tsuneo di sampingnya, Tsuneo memasang wajah keki.
            “Kenapa Tsuneo ikut? Bukannya dia tidak mau?” tanya Hiroyuki heran.
            “Ya, dipaksalah!” balas Miki cepat. Hiroyuki membayangkan bagaimana caranya Tsuneo diseret oleh Miki sampai akhirnya Miki berhasil mendudukkan Tsuneo ke mobil Froshe.        
            Hiroyuki membuka pintu mobil, meminta Yuka naik duluan baru setelah itu ia yang naik. Perjalanan musim panas dimulai segera setelah mereka meninggalkan apartemen Hiroyuki.
●●●
“Mari kita undi kamar, ada empat kamar.” Miki menyediakan tujuh stik es krim yang diberi angka satu sampai empat. “Biar greget,” serunya sambil berharap dia dan Hiroyuki mendapat nomor stik yang sama. Mereka bertujuh bergantian mengambil stik, setelah semua kebagian mereka melingkar dan berbarengan menunjukkan stik yang didapat.
            “Eh?” Miki tersentak saat melihat ia dan Mai mendapatkan angka satu.
            Angka dua didapat oleh Isamu dan Tsuneo, tiga diperoleh Froshe dan Yuka sementara Hiroyuki mendapat angka empat, kamar untuk sendirian.
            “Wah, Yuka-chan, jackpot.” Senandung Froshe, mata birunya mengerling ke arah Hiroyuki seolah berkata aku akan merebut Yuka malam ini, kami sekamar berdua~. Hiroyuki diam-diam mematahkan stik dan berniat mematahkan Froshe selanjutnya. Yuka yang masih memandang tak percaya kalau ia bakal sekamar dengan laki-laki lain mematung tanpa ekspresi, seketika ia berpikir untuk balik ke mode menghilang atau membuat shikigami atau apa pun untuk menyingkirkan Froshe. Ia hanya bisa menerima Hiroyuki sebagai teman sekamar, salah. Hiroyuki suaminya jadi wajar jika sekamar tapi, jika dengan laki-laki lain meskipun kenal Yuka tak bisa terima dan tak akan mau.
            Ia dan Hiroyuki lantas saling menatap dengan pandangan yang tak bisa diartikan siapa pun kecuali oleh mereka berdua.
            “Oke, sekarang kita ke kamar masing-masing untuk beristirahat sejenak baru setelah itu main di pantai.” Froshe menarik tangan Yuka dengan riang. Tiba-tiba Yuka menepis dingin, “Aku bisa berjalan sendiri.”
Mai dan Hiroyuki yang baru saja mau menghajar Froshe langsung cekikikan melihat kebengongan Froshe mendapat tatapan dingin Yuka.
●●●
“Pantai!!” Miki berteriak, gadis itu berlarian dengan bikini seksi di pasir pantai. Ia mengenakan kacamata hitam serta topi lebar, lalu membawa-bawa bola pantai sambil melirik-lirik para laki-laki telanjang dada. “Wow! Surga!” pekiknya penuh semangat. Ia lantas menarik-narik Isamu dan Tsuneo untuk menemaninya bermain tangkap bola, tentu saja dua laki-laki itu mengikuti permainan Miki dengan malas tak bertenaga.
            Mai dan Froshe menyandarkan diri di tempat duduk panjang dengan payung lebar melindungi mereka dari terpaan sinar matahari. Mai dan Froshe lantas mengoles sunblock ke kulit terbuka mereka sebelum akhirnya menikmati lemon juice dan memandang anak-anak muda yang berkeliaran bebas. Mereka tampak seperti sepasang orang tua yang menikmati pertumbuhan anak-anak padahal mereka sendiri masih muda.
            “Kau senang bisa sekamar dengan Yuka-chan?” Mai membuka percakapan di sela-sela kegiatan meminum juice.
            Froshe mengangguk, “Yuka-chan manis sekaligus dingin. Saat di kamar tadi, dia menjaga jarak bermeter-meter denganku. Dia melarangku mendekat dalam radius dua meter. Kalau dengan Hiroyuki, gimana ya?”
            Mai membuang muka karena anggukan Froshe di pertanyaan pertama. Dia mendadak kesal dan ingin melumat Froshe di presto. “Aku tak akan segan-segan menghajarmu jika kau melayangkan satu jari pun ke Yuka.”
            Froshe tertawa kecil. “Tenang, Hiroyuki tadi juga sudah mengancamku. Dia bahkan memintaku tukaran kamar, dasar suami lolicon.
            “Jadi?” Mai terlihat penasaran, dia mencondongkan tubuh langsing nan atletis ke arah Froshe. Mukanya yang cantik memandang lurus-lurus Froshe dengan tatapan introgasi. Froshe sedikit gemetar melihat Mai.
            “Aku ini bukan pagar makan tanaman, aku malah menyiapkan hadiah kecil bagi mereka. Kau tak usah risau. Aku tak akan melihat Yuka-chan.” Froshe melihat guratan lega pada wajah Mai sebelum ia kembali berseloroh, “ah, aku penasaran apakah rencanaku untuk Hiroyuki-kun dan Yuka-chan berhasil, ya?”
            Mai mengerling bingung, “Rencana?”
            “Aku sedang menjebak mereka. Sepertinya pasangan bodoh itu belum melakukan apa-apa. Kau lihat saja gerakan tubuh mereka waktu bersama, malu-malu dan menjaga jarak.”
            “Iya ya, padahal sudah menikah berbulan-bulan.”
            “Mungkin Hiroyuki masih menolak kalau dirinya lolicon. Kau ingat tidak, waktu dia cerita tentang Yuka ketika SMA? Kita meledeknya habis-habisan dan setelah itu dia tidak lagi mengungkit-ngungkit nama Yuka, cinta pertamanya. Aku kira setelah itu dia lupa dengan Yuka.” Froshe mengimbuh, menerawang ke langit biru. Mai menyeruput lemon juice dan tertawa kecil mengingat wajah Hiroyuki yang marah-marah malu setiap kali diledek lolicon oleh Froshe dan Mai.
            “Tapi, Hiroyuki­-kun kan seorang guru dan Yuka-chan masih SMA, wajar kalau mereka belum melakukan apa-apa. Hiroyuki sebenarnya menjaga Yuka… dia harus dewasa dan menahan diri demi kebaikan Yuka,” tandas Mai.
            “Benar juga. Masih butuh waktu lama untuk Hiroyuki-kun belajar menahan hasrat laki-lakinya. Kasihan ya.” Froshe melirik Mai lantas wajahnya merona dan jantung berdebar-debar.
            “Jadi, apa yang kau lakukan?” Mai melontar tanya, Froshe segera memalingkan wajah dan menyuruh jantungnya berhenti berdebar-debar. Setelah tenang, ia menyeringai, menceritakan rencana untuk Hiroyuki dan Yuka.
            Di sisi lain, Hiroyuki dan Yuka terjebak di kamar penginapan yang seharusnya ditempati Yuka dan Froshe. Froshe mengundang Hiroyuki ke kamar dengan alasan minta tolong membawakan suatu barang, ternyata… ia mengunci Hiroyuki dari luar kamar!
Yuka yang baru keluar kamar mandi dan bersiap menghajar Froshe kalau masih ada di kamar, terperanjat melihat Hiroyuki. Dua orang itu serentak tampak malu.
            Mereka tak sadar kalau mereka dikunci sebelum Yuka memutuskan untuk keluar kamar karena tak sanggup lama-lama menghirup udara yang sama dengan Hiroyuki, terlalu menegangkan. Saat menyadari pintu tak bisa dibuka, jendela pun begitu. Hiroyuki dan Yuka terkesiap sambil merutuk Froshe yang jahil. “Hubungi Froshe-han dan minta dia membuka pintu,” gumam Yuka sambil berusaha meredakan detak jantung yang tak terkendali.
            Hiroyuki menghubungi Froshe.
            “Hah? Terkunci? Seenaknya saja menyalahkanku! Siapa juga yang mau mengunci pasangan bodoh seperti kalian? Jangan-jangan kau sendiri yang mengunci diri agar bisa berduaan dengan Yuka di kamar kami? Dasar lolicon. Nikmati saja sampai besok pagi! Bye!
            Begitulah jawaban Froshe di telepon. Hiroyuki yang mendengar kata sampai besok pagi mendadak gemetar. Meski ia sudah biasa berduaan dengan Yuka, melewati malam-malam bersama Yuka bahkan memeluknya setiap malam, tetap saja tubuhnya tak tenang. Jantung Hiroyuki berdegup kencang, berkali-kali ia mondar-mandir memikirkan bagaimana melewatkan hari bersama Yuka di dalam kamar yang indah. Honeymoon, benak Hiroyuki mencuatkan kata itu begitu saja. Dan kata itu semakin membuat Hiroyuki tegang.
            “…sepertinya Froshe bakal membuka pintu besok,” sahut Hiroyuki. Ia mengempaskan tubuh ke tempat tidur yang empuk dan memandang keluar jendela, terang. Yuka mengangguk lemas dan duduk di sofa lalu menghidupkan televisi.
            “Sayang…”
            “Aku mencintaimu…”
            Cuup.
            Yuka mematikan televisi dengan cepat. Hiroyuki maupun Yuka yang melihat scene percintaan yang tayang di televisi barusan menahan napas dan mengatur degup jantung masing-masing.
            “Hiroyuki-han, apa kau lapar? Aku bawa makanan instan…” Yuka salah tingkah, ia beranjak menuju tas dan mengeluarkan beberapa onigiri yang dibuatkan oleh Mai, ada juga ramen cup instan. Yuka meletakkan makanan-makanan itu di dekat meja rias, Hiroyuki menggeleng cepat. “Aku mengantuk. Aku akan tidur saja.”
            Tak lama, wajah Hiroyuki tenang, dia benar-benar jatuh terlelap. Yuka mengamati wajah tidur Hiroyuki dengan hangat, ia menyukai wajah tidur Hiroyuki saat ini. Kekanakan, hangat, lembut. Yuka bersandar pada sofa, memandang laut yang terbentang luas di luar jendela hotel. Lambat laun ia memejamkan mata jua, tertidur.
            “Yuka-chan,” suara Hiroyuki terdengar jelas di lubang telinga Yuka. Yuka membuka mata perlahan dan merasa bahwa Hiroyuki tengah mengendongnya ke tempat tidur. “Kau cukup berat,” komentar Hiroyuki hingga wajah Yuka merona, ia meronta namun keburu Hiroyuki membaringkannya di tempat tidur. “Kau seharusnya tidur di spring bed ini. Empuk, tidurmu pasti jauh lebih nyenyak.” Hiroyuki membelai kepala Yuka sebelum berlalu, Yuka menahan tangan Hiroyuki dan wajahnya jadi pilu, “Mau ke mana?” tanyanya sedih.
            Hiroyuki menyentuh rambut Yuka, “Kau mau ikut?”
            Tanpa banyak tanya lagi Yuka memberi anggukan. Sekali lagi, Hiroyuki mengangkat tubuh Yuka ke gendongannya. Bak putri yang digendong sang pangeran. Yuka menutup matanya lagi karena merasa nyaman dalam dekapan Hiroyuki. Sampai akhirnya, ia mendengar suara gemericik air. Saat melihat sekeliling, Yuka sudah didudukkan Hiroyuki di bathtub. “Ke-ke-kenapa di kamar mandi?”
            “Aku mau mandi, gerah.” Hiroyuki membuka kaos hingga dadanya yang ramping terlihat jelas di mata Yuka. Yuka memejamkan mata sambil keluar dari bathtub yang mulai digenangi air hangat. Hiroyuki menahan Yuka dan mendorongnya kembali ke bathtub. “Kau sendiri tadi yang mau ikut,” bisik Hiroyuki, membuat Yuka merinding.
            “Aku kira kau mau ke luar!” Yuka tampak tak tenang, mengalihkan pandangan dari Hiroyuki yang setengah telanjang.
            “Sudah terlanjur basah, ayo mandi bersama. Is-tri-ku,” Hiroyuki melepas ikat pinggang dan menggantungnya, saat jeans yang dikenakan akan diturunkan, Yuka bergerak cepat menuju pintu kamar mandi. “Kau mau ke mana? Yuka!” Hiroyuki berteriak tepat saat Yuka sudah melesat ke luar. Di dalam kamar mandi, Hiroyuki tertawa kecil, menyenangkan sekali mengerjainya seperti ini.
            Dalam hati ia bersyukur karena Froshe mengurungnya dan Yuka berduaan.
            Sementara Yuka, yang berada di luar kamar mandi, terduduk lemas di depan pintu kamar mandi dengan celana yang basah karena air bathtub. Sial! Dia mengerjaiku, bentak Yuka kesal. Dari balik pintu, Hiroyuki memanggil Yuka tapi Yuka yang wajahnya memerah tak menjawab.
            Selesai Hiroyuki mandi, ia meminta Yuka untuk mandi.
            Saat Yuka masuk, Hiroyuki mengikutinya, ia ingin mengerjai Yuka sepuas hati. Padahal selama tinggal bersama, Hiroyuki tak pernah mengerjai Yuka seperti ini, mungkin suasana tempat membuat Hiroyuki lebih liar dan nakal pada istri kecilnya itu. Yuka yang melihat Hiroyuki mengikutinya berdecak sebal hingga ia melontarkan kekuatan, “Wahai angin yang berhembus lembut, wahai angin yang mengelilingi semesta ini. Tiupkan sedikit napas pada Hiroyuki-han!” Yuka merapal mantra.
            Duak!
            Hiroyuki terlempar ke luar kamar mandi. Beruntung, dia jatuh tepat di atas tempat tidur dengan posisi terlentang. “Maaf, Hiroyuki-han!” Yuka berteriak histeris sembari menutup pintu kamar mandi.
            Hiroyuki menepuk jidat dan berdesis, kenapa aku jadi seperti ini? Ke mana sisi dewasaku? Ke mana pertahanan diriku? Jika tetap begini, aku benar-benar akan kehilangan kontrol.
            Saat Yuka keluar dari kamar mandi dengan piyama normalnya, Hiroyuki hanya melihat sekilas lalu sibuk melahap onigiri. Yuka mengambil onigiri juga dan duduk di sofa. Mereka berdua makan malam dengan bekal yang dibawa tanpa ada kata-kata terlontar. Kejadian kamar mandi membuat keduanya tak berkutik, sibuk dengan perasaan masing-masing. Yuka bahkan tak mau melirik Hiroyuki karena takut Hiroyuki akan melakukan keisengan yang lain sementara Hiroyuki tampak takut dengan kekuatan Yuka, bisa saja dia patah tulang jika angin melemparnya bukan ke tempat tidur. Mereka berdua jadi kaku.
            [Di mana kau? Cepat bebaskan kami!] Hiroyuki mengetik pesan untuk Froshe. Ia mendadak bingung bagaimana berinteraksi dengan Yuka, istrinya.
            [Kami sedang makan malam. Setelah itu tidur, aku akan tidur di kamarmu. Kau, ‘tidurlah’ dengan istri tercintamu itu. Goodnite Man!]
            Hiroyuki berdecak. Froshe sama sekali tak punya niat untuk membebaskan Hiroyuki dari jerat perasaannya ke Yuka. Yuka membaca gurat tak tenang dari muka Hiroyuki. Dengan lembut Yuka membungkukkan badan dan meminta maaf karena sudah lancang menyerang Hiroyuki. Melihat jiwa ksatria Yuka, Hiroyuki bangkit dari tempat tidur dan turut meminta maaf sambil membungkukkan badan. Beberapa detik berlalu, mereka berdua menegapkan tubuh dan tersenyum kecil.
            “Tidurlah, besok pagi jangan lupa surat untukku dibawa bantal seperti biasa.” Hiroyuki mengambil sebuah bantal, melemparnya ke sofa. Ia lalu bergerak dan berbaring di atas sofa. Yuka mengerti bahwa Hiroyuki sedang jaga jarak dengannya. Tanpa komentar Yuka naik ke tempat tidur besar itu dan menarik selimut. Lampu kamar hotel itu lantas dimatikan Yuka.
            “Selamat tidur, Yuka-chan.” Hiroyuki berbisik.
            “Hm.” Yuka hanya berdeham kecil.



[1] Kakak laki-laki
[2] Kakak perempuan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Contoh Kerangka Karangan (Outline) Novel

Mai Kuraki in the poetry