[#TantanganMenulisNovel100Hari] PANDEMONIUM - CHAPTER IX
Keterangan :
Judul : Pandemonium
Penulis : Ariestanabirah
Genre : Romansa, Spiritual, Fantasi.
Sinopsis:
Kuraki Yuka (18 tahun) adalah seorang gadis berkekuatan aneh, kekuatannya sering disebut dengan ‘kekuatan suci’. Untuk melindunginya, Tuan Kuraki –ayah Yuka- meminta Yuka pergi ke Tokyo dan hidup bersama Akihiro Hiroyuki (27 tahun), tunangan Yuka. Sialnya, Yuka memakai kekuatannya dan membuat sebuah shinigami (Yuka tiruan) sementara dirinya yang asli menjelma seperti hantu yang tidak bisa dilihat manusia!
CHAPTER IX
Entah
sejak kapan, Miwa menjadi penghuni baru klub supranatural. Kemampuan meramalnya
dimanfaatkan oleh Isamu untuk menjaring banyak pelanggan, terutama menggaet banyak perempuan yang minta diramal
mengenai hubungan percintaan. Seperti saat ini, Miwa yang memakai kostum biasa milik klub supranatural tengah
terduduk, bersiap menerima pelanggan.
Di depan pintu masuk klub, Miki dan
Tsuneo menjual tiket masuk seharga 1000 yen per konsultasi ramal, sementara
Isamu sibuk di dalam ruangan mengawasi jalannya bisnis. Baru kali itu klub supranatural dikunjungi banyak orang dan
mendapat laba untuk menambah anggaran klub.
Sebenarnya Miwa menolak, apalagi
bayarannya jauh lebih rendah dibandingkan jika ia membuka lapak di taman
hiburan tapi karena tiga bocah bawel itu, Miwa mengalah dan rela menurunkan
harga sebesar 90% demi keberlangsungan prakteknya sebagai guru magang.
“Ya! Berikutnya!” Miki setengah
berteriak, para siswi yang berbaris rapi sepanjang koridor berbisik-bisik
membincangkan kehebatan ramalan Miwa dan menatap tak sabar antrian terdepan.
Antrian yang paling depan kini ditempati oleh shikigami. Miki memiringkan kepala melihat shikigami, “Kenapa kau ikut mengantri? Kau kan anggota klub juga?
Seharusnya ikut mengatur bukan jadi pelanggan!” sewot Miki.
Shikigami
hanya menoleh sedikit, “Karena aku butuh dia meramal sesuatu!”
“…uang tiket?” Miki menengadahkan
tangan, shikigami mengeluarkan uang
1000 yen yang diberi oleh Hiroyuki setiap minggu –sebagai uang jajan- pada
Miki. Setelah uang di tangan, Miki menyuruh Tsuneo membuka jalan bagi shikigami.
Dengan langkah hati-hati shikigami serta Yuka masuk dan duduk
berhadapan dengan Miwa. Isamu yang berdiri di belakang Miwa mencermati shikigami dengan pikiran, kenapa dia tak bertanya setelah kegiatan klub?
Mau-maunya dia membayar 1000 yen, dia bodoh, ya?. Di saat itu Yuka berpikir
mengapa dia tak meminta shikigami memanfaatkan
Miwa secara gratis? Lalu, sesal menyesaki rongga dada Yuka, 1000 yen melayang begitu saja?, batinnya
lirih.
“A-apa yang ingin diramal? As-asmara?”
Miwa bertanya kikuk.
Shikigami
memelankan suara, bertanya. “Aku ingin tahu keberadaan orang tuaku.”
Mata hitam Miwa menyentak, perlahan
ia meraih tangan shikigami, lalu menutup
kedua mata dan berkonsentrasi. Awan putih dan cahaya menyeruak dalam pikiran,
batinnya meminta jawaban atas pertanyaan shikigami.
“…Sebuah ruang… dingin, sepi…”
Lantas Miwa membuka mata dan
mengambil napas, “Itu yang kulihat sebagai jawaban dari pertanyaanmu.”
“Apa mereka baik-baik saja?” Yuka
memekik cemas, shikigami menyampaikan
kecemasan Yuka pada Miwa. Miwa menggeleng tanda tak tahu. Dengan langkah berat,
Yuka dan shikigami meninggalkan ruang
klub. Miki dan Tsuneo yang dilalui oleh shikigami
saling melirik bingung, shikigami yang
selalu tampak ceria tiba-tiba penuh aura suram. Mereka segera beringsut ke
Miwa, “Apa yang kau ramalkan hingga dia seperti itu?” tanya Miki cepat.
“Dia… mencari orang tuanya dan aku
tak tahu keadaan apakah orang tuanya sehat…”
Miki mengernyitkan dahi, “…namun,
bukankah keluarga Akihiro baik-baik saja? Pagi tadi presiden direkturnya masih
diliput, Tuan besar Akihiro Yoshiro dalam perjalanan menuju Indonesia untuk
bisnis,” beber Miki. “Sensei juga
tampak tenang, kenapa Yuka menanyakan hal itu? Dan kenapa hasil ramalanmu
begitu?” sambung Miki bingung.
“Apa Yuka benar-benar adik dari sensei?” tiba-tiba Tsuneo menyentak keheningan. Miki dan Isamu
memandang lurus Tsuneo. “Setahuku, satu-satunya putri dari keluarga Akihiro
bernama Hiromi, dia seorang anak jenius yang terkenal di kalangan sosialita. Lagipula
kalau Yuka adalah salah satu putri keluarga Akihiro, kenapa dia selalu berjalan
kaki ke sekolah? Kenapa dia berada di sekolah seperti ini –bukan di sekolah
elit?” Tsuneo melampiaskan analisis.
Isamu menyentuh kacamata seraya
memutar otak. “Itu mungkin karena Yuka bukan anak resmi keluarga Akihiro, bisa
saja… anak di luar nikah atau anak dari istri yang tidak diakui. Jika kita
bertanya mengapa Yuka di sini atau cara hidupnya yang jauh dari orang kaya,
kita juga harus menanyakan hal yang sama pada Akihiro Hiroyuki sensei. Sensei jelas-jelas anak pertama
keluarga Akihiro yang bakal mewarisi sebagian besar kekayaan keluarganya.”
Ketiga anggota klub supranatural itu
diam terpekur. Miwa yang orang asing hanya
menyengir aneh karena tak mengerti ucapan tiga bocah SMA tersebut.
“Kesimpulannya, sensei adalah orang yang sederhana, dan Yuka adalah adik tiri
penderita brothercomplex sehingga
mengikuti sensei, kemudian…Yuka
mencari ibunya yang dipisahkan secara paksa oleh keluarga Akihiro!” Miki menyimpulkan
seenak jidat. “Completed!” imbuhnya
senang.
Kesimpulan Miki diterima begitu saja
oleh teman-temannya tanpa banyak protes.
●●●
Hiroyuki
menghidangkan sup miso dan telur gulung ke atas meja kecil, menata sumpit dan
mangkuk lalu menyalakan lilin. Sedetik kemudian lampu dipadamkan. Shikigami dan Yuka yang menghadap meja
serbaguna yang kini menjadi meja makan melirik Hiroyuki, bertanya-tanya tentang
apa yang dilakukan Hiroyuki.
Hiroyuki lalu duduk bersebrangan
dengan Yuka dan shikigami. “Makan
malam spesial karena nilaimu baik semua,” selorohnya sambil menuangkan air
mineral ke gelas shikigami.
Wajah shikigami dan Yuka hanya mengatakan ‘oh’.
“Akhir-akhir ini kau seperti
kehilangan semangat. Kenapa? Padahal ujian sudah berakhir, libur akan
menjelang…” Hiroyuki menyumpit telur gulung, memakannya dengan lahap.
Yuka menatap bibir Hiroyuki yang
sibuk mengunyah, “…Miwa-san tak tahu
di mana orang tuaku.”
Hiroyuki memandang Yuka dengan
tatapan sendu. Ia tak tahu harus merespons apa karena apa pun yang ia katakan,
tak satu kata cocok untuk menyenangkan hati gadis itu. Yang paling dibutuhkan
gadis itu sekarang bukan kata-kata manis, tapi informasi keberadaan orang
tuanya dan informasi itu tak bisa diberikan Hiroyuki. Keberadaan keluarga
Kuraki yang menghilang sudah diserahkan pada kepolisian Tokyo dan Kyoto meski
sampai detik ini tak ada berita apa pun. Burung merpati hitam yang mengirim
pesan tempo hari pun tak pernah muncul, surel tak pernah diterima lagi. Tak ada
hal yang bisa menjadi penghubung antara Hiroyuki, Yuka, maupun keluarga Kuraki
saat ini.
Hilang kontak, bisa disebut begitu.
“Gara-gara aku… semua kekacauan yang
terjadi di Kyoto, di taman hiburan, kau terluka… mereka mencariku sementara aku
hanya bisa bersembunyi,” desis Yuka pilu. Dalam hati ia memaki dirinya sendiri
yang tak berguna dan hanya membuat masalah. Diam-diam tangan Yuka mengepal,
giginya gemelatukan.
Hiroyuki tersenyum kecut dan menepuk
kepala shikigami, “Cepat makan!
Biasanya kau semangat sekali kalau makan malam. Oh ya lusa nanti akan ada
festival tanabata. Kita akan ke sana kalau kau mau,” Hiroyuki memutus perkataan
Yuka yang tidak diikuti oleh shikigami. Jika
ia menjawab Yuka, Yuka bisa curiga padanya.
Yuka terhenyak, ia kaget karena shikigami semenjak tadi terdiam tanpa
mengumandangkan apa yang ia ucapkan pada Hiroyuki. “Kenapa aku tak bisa juga
mengendalikanmu?” decaknya sebal pada shikigami.
“Mau tidak? Kalau tidak
mau, kita hanya akan di rumah.”
Shikigami
memberi sebuah senyuman, “Tentu mau… apa ini kencan?” tanyanya malu-malu.
Hiroyuki mengangguk, “Kita namakan
kencan… kita tak pernah berkencan, kan?”
Wajah Yuka merona padahal baru
beberapa detik lalu ia merasa sedih tapi melihat Hiroyuki dan mendengar
ajakannya, hatinya terasa ringan. Yuka berpikir, ini cara Hiroyuki
menghiburnya.
“Kau punya yukata?” tanya Hiroyuki. Shikigami menggeleng. Yuka teringat pada
koleksi yukatanya di rumah, peninggalan keluarga Kuraki. Tapi sayangnya, ia tak
pernah menghadiri festival tanabata karena orang tuanya melarang Yuka pergi ke
tempat ramai sehingga Yuka tak pernah punya kesempatan memakai yukata ke
tanabata. Lusa nanti pun begitu, ia tak memiliki yukata yang identik dengan
festival.
“Mungkin Miki bisa meminjamkannya
padamu…” lanjut Hiroyuki.
Yuka mendelik mendengar nama Miki
mencuat, “Apa Hiroyuki-han pergi ke
festival dengan Miki-han setiap
tahun? Apa Hiroyuki-han melihat
yukata Miki tiap festival?” matanya tajam dan suaranya terdengar berat.
Karena shikigami tidak di bawah kendali Yuka, Hiroyuki tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
Yuka.
“Aku akan meminjam pada Miki kalau
begitu,” putus shikigami.
Hiroyuki menghirup sup
miso sambil melirik muka Yuka yang cemberut. Cara gadis itu cemburu benar-benar menggemaskan, batinnya senang.
Komentar
Posting Komentar