[#‎TantanganMenulisNovel100Hari‬] PANDEMONIUM - PROLOG



Keterangan :
Judul : Pandemonium
Penulis : Ariestanabirah
Genre : Romansa, Spiritual, Fantasi.
Sinopsis: 

Kuraki Yuka (18 tahun) adalah seorang gadis berkekuatan aneh, kekuatannya sering disebut dengan ‘kekuatan suci’. Untuk melindunginya, Tuan Kuraki –ayah Yuka- meminta Yuka pergi ke Tokyo dan hidup bersama Akihiro Hiroyuki (27 tahun), tunangan Yuka. Sialnya, Yuka memakai kekuatannya dan membuat sebuah shinigami (Yuka tiruan) sementara dirinya yang asli menjelma seperti hantu yang tidak bisa dilihat manusia! 


PROLOG




Angin musim semi semilir menerpa udara Kyoto hingga membuat Hiroyuki mengambil jas dan menumpuknya di atas kemeja putih panjang. Udara masih terasa dingin meski musim dingin sudah berlalu pergi. Beberapa orang yang berpakaian necis terlihat menuju tujuan yang sama dengannya, ke sebuah hotel tempat pertemuan para sosialita atas.

“Hiroyuki, percepat langkahmu!” suara ayah Hiroyuki, Tuan Akihiro membuat Hiroyuki yang mengutuk rasa dingin melangkah cepat. Bagi anak SMA yang berusia enam belas tahun sepertinya, pertemuan rutin dengan orang-orang kaya koneksi ayahnya benar-benar menyebalkan. Tiap tahun Hiroyuki selalu menghadiri acara pertemuan itu dengan kedua orang tua dan adik-adiknya. Acara yang diadakan tiap musim semi itu hanya acara kumpul-kumpul tak jelas, sama sekali tak menarik. Pemuda bertubuh tegap itu selalu merasa ajang tersebut hanya untuk pamer kekayaan dan anak.

Sesampainya di tempat acara, ayah, ibu dan adik-adiknya langsung menyapa berkeliling sambil memberitahu kalau Hiroyuki menjadi siswa teladan di sekolah dan meraih juara pertama sementara Hiroaki, adiknya yang masih SD sudah fasih berbahasa Jerman dan Inggris hingga memenangkan beberapa kompetisi pidato dan Hiromi, si kecil yang manis itu telah menjuarai kompetisi piano di Paris. Para bibi dan paman kenalan orang tuanya yang mendengar hanya tersenyum sambil memamerkan anak-anak mereka juga, ada yang mendapat beasiswa di universitas luar negerilah, yang sudah ada bisnis sendirilah, dan hal itu membuat Hiroyuki melangkah jauh. Dia tidak suka atmosfer orang-orang yang sibuk menyombongkan diri sementara Hiroaki dan Hiromi tampak ikhlas dan tetap nimbrung percakapan orang-orang dewasa itu.

Sewaktu Hiroyuki asyik mencomot pudding keju, beberapa tamu tampak berbisik sembari melihat ke pintu masuk ballroom. Seorang laki-laki bertubuh pendek, seorang wanita cantik, dan anak perempuan kecil berwajah imut melangkah anggun. Semua mata tertuju pada keluarga kecil yang kompak berkimono tersebut. Mereka adalah keluarga Kuraki, salah satu keluarga tertua di Kyoto yang termahsyur.

Tuan Akihiro dan istri segera menyambut keluarga Kuraki dan mengajak mereka berbincang-bincang sementara anak perempuan mereka menuju tempat kue-kue kecil dan mengambil sebuah brownies coklat. Hiroyuki yang berdiri tak jauh dari anak kecil itu memerhatikan. “Hai, apa baru kali ini kamu ikut ke sini?” sapa Hiroyuki ramah, selama pertemuan yang ia ikuti, anak dari keluarga Kuraki tak pernah nampak sehingga ia tak mengenal anak perempuan itu.

Anak perempuan dengan jepit kupu-kupu di rambut tak mengindahkan Hiroyuki, tangan mungilnya berpindah dari brownies ke pudding coklat kemudian kue mochi. Tanpa disadari, Hiroyuki terus mengamati anak itu. “Kalau ditanya orang, mohon dijawab.” Hiroyuki berseru dengan senyum tipis, ini pertama kali ada orang yang tak meresponsnya.

“Ehm… sepertinya itu enak!” anak perempuan itu masih tak memedulikan Hiroyuki. Dengan langkah kecil dia meraih sebuah minuman dan meneguk cepat. Hiroyuki berdiri di belakang anak itu dan hampir saja menjitak kepala si gadis kecil jika saja suara Tuan Kuraki tidak terdengar, “Yuka! Ayo ke sini.”

Gadis yang ternyata bernama Yuka itu sontak menoleh dan berlalu dari hadapan Hiroyuki. Hiroyuki mematung, hatinya merasa sakit karena diabaikan oleh gadis kecil.

Tap tap tap!

“Sepertinya kalian sudah bertemu.”

Hiroyuki membalikkan badan dan bertemu mata dengan Tuan Akihiro. “Kuraki Yuka adalah tunanganmu,” bisik Tuan Akihiro dengan senyum mengembang. Sedetik setelah mencerna kalimat ayahnya, Hiroyuki membelalakkan mata. “Tunangan? Aku… dengan gadis kecil?” Hiroyuki tak menerima hal ini karena berpikir dia bukan lolicon[1] dan meskipun keluarganya dan Kuraki harus bertunangan, Hiroaki lebih cocok dibandingkan ia. Mata hitam Hiroyuki lantas menangkap sosok Yuka, yang sekarang sedang menerima balon dari seorang panitia acara. Jelas-jelas Yuka masih SD atau mungkin TK sementara Hiroyuki berusia enam belas tahun! Dari kacamata orang awam pun, Yuka lebih baik bersama Hiroaki yang berusia sebelas tahun dan sama-sama masih bocah ingusan. Bagaimana mungkin aku bersama anak kecil yang lebih kecil dari adikku sendiri?, pikir Hiroyuki. Dihitungnya, Hiromi –adik bungsunya- pun lebih tua dibanding Yuka.

“Usia…”

“Kalian terpaut sembilan tahun. Ayah rasa hal itu tak masalah. Kalian akan diperkenalkan secara resmi sebagai tunangan ketika Yuka menginjak usia delapan belas tahun,” jelas Tuan Akihiro.

Hiroyuki membatu.

“…tapi, bukankah Aki[2] lebih pantas? Usia mereka tak berbeda jauh.” Hiroyuki memprotes. Tuan Akihiro menggeleng cepat, “Anak pertama harus dengan anak pertama, itu tradisi keluarga Kuraki yang harus kita ikuti. Meski ada jarak sembilan tahun, ayah berharap hubungan kalian akan akrab.”

Setelah pertemuan pertama itu, tiap tahun Hiroyuki bertemu Yuka meski tak sekalipun Yuka menyadari keberadaan atau membalas sapaan-sapaannya. Yuka benar-benar orang yang tak peka, tak peduli pada kehadiran orang lain. Gadis itu seperti memiliki dunia sendiri yang tak seorang pun bisa masuk. Di setiap pertemuan, Yuka selalu berpencar dari orang tuanya untuk makan dan minum sendiri kemudian menyendiri sambil membaca buku. Akhirnya, semua orang tak mengindahkan putri tunggal keluarga Kuraki itu.
****
“Yuka…” panggil Hiroyuki, saat ini ia berusia dua puluh satu tahun dan Yuka dua belas tahun.

Seperti biasa Yuka cuek bebek, dia sibuk dengan komik di tangan. “Kalau orang menyapa, setidaknya lihat dan senyum!” pekik Hiroyuki, ia mengambil paksa komik di tangan mungil Yuka. Yuka tampak murung tapi kemudian berlalu pergi, meninggalkan Hiroyuki dan komik yang masih di genggaman Hiroyuki.

“Yuka tak suka dengan orang asing,” Tuan Kuraki menepuk punggung Hiroyuki. Wajah Hiroyuki yang memerah hanya tersenyum kecut. Orang-orang di sekitar berbisik-bisik, mengira kalau Hiroyuki sudah menjahati Yuka yang masih kecil bahkan kedua orang tuanya memandang tajam. “Hiroyuki-kun, Yuka bersikap seperti itu bukannya tanpa alasan. Dia anak yang ramah dan baik jika sudah mengenalnya. Suatu hari kau akan melihat dirinya yang sebenarnya. Untuk saat ini, dia menganggap semua orang di sini orang asing.” Tuan Kuraki menimpali dengan tenang.

Hiroyuki menghela napas dan membawa komik milik Yuka. Suatu hari, aku akan mengembalikan komik ini ketika dia menyadari keberadaanku. Perlahan kilat merah hadir di wajah Hiroyuki, apa-apaan kata ‘menyadari keberadaanku’ itu? Memangnya aku lolicon? Ah, tidak! Aku yakin aku bukan lolicon! Aku bukan lolicon!

Mungkin. 

[Bersambung]

[1] Penyuka anak kecil.
[2] Panggilan Hiroyuki pada Hiroaki

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Contoh Kerangka Karangan (Outline) Novel

Mai Kuraki in the poetry