The Ghost Writer (Penulis Hantu)


Selamat siang!




Sinopsis

Nesia dan Neisa sepasang saudari kembar. Nesia memiliki kemampuan membaca kebusukan orang lain sehingga dijauhi orang di sekitar. Suatu hari, Neisa berharap dia bisa menolong Nesia dengan cara menulis cerita soal Neisa.

Genre : Drama, Tragedi.


GHOST WRITER

“Itu saudari kembarnya, kan? Beda banget.”
“Bagai bumi dan langit.”
“Usst... nanti kita dikutuk kalau kedengaran.”

Kamu memandangi teman-temanku dengan tatapan datar, seolah kata-kata beracun itu hanya udara sementara aku membalas ledekan mereka dengan mimik sebal. Meski kamu cuek, aku tidak bisa membiarkan mereka mengolok sembarangan. Tahu apa mereka denganmu? Aku jauh lebih tahu semua tentangmu karena aku separuh darimu.

(https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/236x/37/b8/69/37b86970873c972882d2bf5b42b9ed1b.jpg)

Dengan langkah gontai kamu masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu rapat-rapat. Terdengar suara desah Ibu, beliau kelihatannya gerah dengan kebiasaan tak sopanmu –pergi tiba-tiba dari hadapan tamu dan menutup diri-. Tapi aku mengerti, kamu tak suka berinteraksi dengan orang lain karena menurutmu, tak ada yang mengerti kamu.

Selepas teman-temanku pulang kamu keluar dan berkata, “Mengapa kau berteman dengan orang-orang seperti mereka? Mereka hanya memanfaatkan kepandaianmu belaka.”

Alisku menaik, kamu selalu tepat dalam melihat tujuan seseorang. “Baguslah kalau aku bermanfaat,” balasku. Mata bulat hitam milikmu menatapku, “Tapi mereka bukan orang baik. Mereka akan segera meninggalkanmu jika kepandaianmu menghilang. Mereka bukan terikat dengan hati sebagai teman, mereka...” kata-katamu berhenti. Aku melihat wajahmu menjadi muram. Aku tahu kamu tak mau aku sepertimu yang ditinggalkan karena kemampuan aneh.

“Aku akan tetap menjadi satu-satunya yang tak akan meninggalkanmu,” bisikmu lalu kembali ke kamar penuh buku.

****
Diam-diam aku masuk ke kamarmu, ternyata kamu tengah tertidur di atas tumpukan buku yang berserakan. Ah, kamu begitu suka dengan buku hingga hampir seluruh yang ditangkap oleh mataku adalah buku.

Tap tap. 
 
Laptopmu yang menyala mengusik keingintahuanku, dengan perlahan aku mendekat dan membaca apa yang monitor persembahkan. 

Dunia ini penuh dengan kebusukan.

Saat aku bisa melihat kebusukan itu, rasanya mengerikan.
Semua orang ternyata busuk.

Teman-temanku bermuka dua. Mereka bilang mereka teman tapi nyatanya saat aku memberi tahu kemampuanku, mereka ketakutan.

Semua takut dilihat kebusukannya

Dan akhirnya menjauh
.....

Aku menarik napas dan menoleh ke kamu yang tertidur. Pikiranku kembali melayang pada kejadian dua tahun lalu saat kamu dengan polosnya mengatakan kebusukan orang-orang di sekitarmu, mulai dari teman, guru, tetangga bahkan keluarga. Sejak saat itu, kamu dijuluki si pembual. Dan dari waktu itu, kamu memilih untuk berdiam diri di kamar agar kamu tak mengetahui kebusukan siapa pun dan orang takkan terluka karena kejujuranmu.

Tapi, aku tak setuju kamu menanggung semua ini. Kebusukan itu harus diungkapkan jika kebusukan itu merugikan orang lain.

Saat kamu mengungkap rencana menyontek teman-temanmu atau kasus penyuapan oleh guru dan tetangga menurutku itu sangat keren. Bagai penegak keadilan. Tapi kamu malah diledek.

Menyakitkan, ya?
 
**** 
“Nesia lihat! Tulisan tentangmu bakal diterbitkan!” aku menerobos masuk ke kamarmu dengan menggenggam kertas dari penerbit.

Sinar matamu menerang, dengan cepat kamu membaca lautan huruf di kertas tersebut. Senyummu mengembang, “Kamu akan menjadi penulis! Selamat.”

Aku ikut mengulum senyum dan memelukmu. Dengan tulisanku, aku ingin mengatakan pada dunia kalau kau tidak menakutkan. Kemampuanmu tidak untuk dijauhi dan orang-orang yang mengucilkanmu seharusnya berbalik, berlutut pada kebenaran di bibirmu. Akan kubuat dunia memuji kemampuanmu.

****
Laki-laki tampan itu mengenalkan dirinya sebagai penulis naskah film. Ini benar-benar hebat, setelah satu tahun novel tentang kamu menjadi best seller akhirnya dunia akan melihatmu dalam bentuk visual.

Ah, aku bahagia sekali bisa membawamu ke tahap ini.

“Jadi, ini kisah nyata?” tanya si laki-laki. 

“Terinspirasi. Ceritanya sudah dicampur fiksi kok,” terangku. 

“Bisa bertemu dengan si inspirator ini? Menurut wawancara, kembaranmu, kan?.”

Bergegas aku menyeretmu ke ruang tamu. Dengan penampilan acak-acakan kamu menemui si laki-laki. Kulihat tatapannya dan kamu saling beradu lantas percikan cahaya kunang-kunang menyelimuti pandangan kalian.

Jujur saja, aku seperti melihat adegan pertemuan di film drama romantis.

****
Tepat seperti dugaanku.
 
Kamu dan laki-laki itu memang saling suka sejak awal. Jika bukan begitu, mengapa hampir setiap minggu ia datang? Alasannya memang ingin membahas adaptasi naskah, tapi ia selalu menanyakanmu.

Dan hal itu membuatku muak.

Aku tak tahu apakah ada rule tentang ‘sepasang anak kembar biasanya memiliki tipe laki-laki yang sama’. Tapi untuk kita, rule itu berlaku. Hanya saja aku dan kamu tak membahasnya. Tak pernah.
Karena aku tahu aku akan kalah. 

Oleh sebab itu, tumbuh dalam hati kebencian padamu yang seenaknya terkenal. Kisah itu jauh lebih terkenal dibandingkan penulisnya. Namamu sebagai karakterku lebih tersohor dibandingkan namaku sebagai penulis. Lalu, kamu juga merebut hati seseorang yang membuatku tertarik.

Semuanya tentangmu, persis dengan yang kuharapkan. 

Kini orang menyorotmu dengan pandangan kagum. Bahkan beberapa lembaga negara ingin merekrutmu, menurut mereka kemampuan membaca kebusukan seseorang itu sangat berguna dalam menyingkap kasus kejahatan. 

Selamat. 

Kamu sebentar lagi akan keluar dari kurungan buku-buku dan masuk dalam kubangan kriminalitas.

“Aku menyukainya,” desismu suatu malam saat aku menulis sequel tentangmu. Aku hanya melirikmu sekilas, sekuat hati aku masa bodoh dengan apa yang kamu katakan. Tapi kamu terus mengucapkannya, bercerita bagaimana terjeratnya kamu dengan laki-laki yang juga menjeratku. Tanpa kamu ceritakan pun aku tahu semua tentangnya. Toh kita sama-sama menyukai laki-laki itu. 

“Apa tak ada keburukan darinya? Kamu tak melihat apa pun?” aku menghentikan tarian di atas keyboard dan menoleh. 

Kamu menggeleng cepat, “Dia benar-benar orang yang kebusukannya mencapai nol persen.”

Aku mendesah, “Memangnya ada manusia yang nggak busuk?”

“Dia,” tukasmu. 
 
Diam-diam aku membenarkan ucapanmu. Kebusukannya hampir tak ada. Dia tampan, matang, mapan, baik, santun, cerdas, pekerja keras, dan segudang pujian lainnya. Dia memang sosok yang pantas merebut hati kita, kan?

Dan setiap aku melihatmu, aku semakin harus melepaskan perasaanku padanya. Tak akan bisa aku menang darimu.

****
“Hitam, aku melihat warnamu hitam.” Kamu berucap dengan gemetaran sambil menunjukku.

Aku menyeringai kecil, “Memang biasanya aku warna apa?”

“Merah muda. Tapi kini hitam.”

Tanpa emosi berarti aku melayangkan pelukan padamu. Tentu saja, bukan pelukan biasa karena aku menyentuhmu dengan pisau dapur yang baru saja kuasah.

Arrgh arrgh. 

Teriakan histeris memenuhi kamarmu, ternyata punggungmu berhasil kutikam.

(http://files.fbstatic.com/PostImages/2263020/0/45bc23b9-4e6a-4264-8331-e1adb05439d8.jpg)

Kamu membisikkan namaku, memanggil-manggilku tapi aku yang diselimuti hitam terus mendekapmu dengan tusukan demi tusukan. Kini, aku berubah warna lagi. Merah darah.

****
“Aku turut berduka cita atas meninggalnya Neisa,” ujar laki-laki itu.

Aku menggangguk sedih, “Mulai saat ini aku akan menggantikan Neisa sebagai penulis. Aku akan menjadi penulis hantu agar nama Neisa selalu berkibar di dunia penulisan.” Mataku menatap lembut laki-laki yang bahkan tak mencurigaiku.

Apakah aku benar-benar terlihat seperti Nesia?

Oh ya benar, aku separuh dari Nesia.

“Sequel yang dijanjikan Neisa—“

“Neisa sudah menyelesaikannya sebelum meninggal.”

Suaraku dan laki-laki itu lantas menghilang dari pemakaman. Kulirik sekilas batu nisan yang memakai namaku itu. “Selamat tinggal,” desisku.

Note:

Cerita ini ditulis beberapa bulan yang lalu tapi belum sempat di-publish di sini. Saya selalu tertarik untuk mengangkat karakter kembar, sebenarnya saya memasukkan karakter kembar cewek di Intonation, tapi karena proyek itu lagi stuck jadi saya tulis one-shot untuk sekedar memuaskan dahaga akan karakter kembar~ meski ceritanya beda jauh dengan Intonation.

Btw, di Serenade Instrumental ada duo kembar Victor, Shaga dan Grey (kedap-kedip).

Oh ya, saya sekalian mau rekomendasi dorama Jepang buat para (calon) penulis judulnya Ghost Writer. Kudu banget deh! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Itu Premis, Logline, dan Sinopsis

Mai Kuraki in the poetry

Contoh Kerangka Karangan (Outline) Novel